If it is felt correctly, the events that Impian has raised into cerkak (short stories in Javanese) are indeed the behavior of young people, teenagers in the current era. Who did it, what happened, how did it happen, who is the antagonist and who is the protagonist, how is the storyline, and so on, all of which cannot be separated from "Java" in the modern era, modern Java. The beauty is, all of that does not make Impian's cerkak lose its Javaneseness. In fact, the Javaneseness remains "nges" (heart-catching). Modern Javanese that is truly Javanese. There are cerkak whose stories are about someone from outside Java, if I'm not mistaken Padang or Minangkabau. The beauty is that the story of the Padang person when presented in the cerkak still feels "very Javanese".***

[Indonesian]. Jika dirasakan benar, peristiwa yang diangkat Impian menjadi cerkak (cerita cekak – cerpen berbahasa Jawa) itu memang perilaku-perilaku anak muda, remaja jaman kekinian. Siapa pelakunya, apa yang terjadi, bagaimana bisa demikian, siapa antagonis dan siapa protagonis, bagaimana alur kisahnya, dan seterusnya semua tidak lepas dari "Jawa" yang berada di jaman modern, Jawa yang modern. Eloknya, semua itu tidak membuat cerkak-cerkak karya Impian kehilangan kejawaannya. Malah, jawanya tetap "nges" (menarik hati). Jawa modern yang betul-betul Jawa. Ada cerkak yang kisahnya tentang sesorang dari luar Jawa, kalau tidak salah Padang atau Minangkabau. Eloknya kisah orang Padang itu ketika dipaparkan di cerkak tetap saja terasa "jawa banget".